YESUS "AKU ADALAH AKU" YANG KEKAL
"Kata Yesus kepada mereka: 'Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada. ’Lalu mereka mengambil batu untuk melempari Dia; tetapi Yesus menghilang dan meninggalkan Bait Allah" (Yohanes 8:58, 59)-
Sebuah perikop aneh, pikir saya saat pertama kali membaca Injil Yohanes. Mengapa para pemimpin Yahudi ingin merajam Yesus hingga mati karena Dia menegaskan diri-Nya adalah “Aku telah ada”? Dan apakah arti pernyataan itu?
Pertanyaan-pertanyaan itu membawa kita kembali kepada Keluaran 3:13, di mana Musa ingin mengetahui nama Allah andai sesama bangsa Ibrani di Mesir menanyakannya untuk mengenal Allah yang ia nyatakan telah mengutusnya kepada mereka. Sebagai jawaban, Allah berfirman kepada Musa: “AKU ADALAH AKU. Lagi firman-Nya: ‘Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: ‘TUHAN, Allah nenek moyangmu,... telah mengutus aku kepadamu; itulah nama-Ku untuk selama-lamanya dan itulah sebutan-Ku turun-temurun’” (ayat 14,15).
Mengingat ayat-ayat tersebut, mudah memahami mengapa orang-orang Yahudi ingin membunuh Yesus ketika Dia memperkenalkan diri-Nya sebagai “AKU ADALAH AKU.” Dia sedang memperkenalkan diri-Nya seakan Dia adalah Allah perjanjian dengan umat Yahudi. Ia sedang mengatakan bahwa diri-Nya adalah Yahweh ("Yehova" dalam versi King James), AKU ADALAH AKU yang kekal, Allah Perjanjian Lama. Kata "Yahweh" berarti "adalah," mencerminkan keberadaan atau eksistensi Allah yang konstan bukan saja untuk kekekalan di masa lampau dan masa akan datang, tapi juga Allah sekarang yang membimbing bangsa-Nya dan menyediakan kebutuhan-kebutuhan mereka sepanjang sejarah Yahudi.
Demikianlah "AKU ADALAH AKU" yang bertemu Musa di Sinai, mengatakan, “Akulah TUHAN, Aliahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan” (Kel. 20:2). Tindakan kasih karunia Ilahi menghendaki tanggapan di dalam ayat 3-17, yaitu Sepuluh Perintah. Jadi, bahkan di dalam Perjanjian Lama, mematuhi hukum adalah suatu respons terhadap kasih karunia yang menebus melalui Kristus.
Betapa penting memahami bahwa Bayi Betlehem bukan seorang anak saja. Dia, dulu dan sekarang, adalah “AKU ADALAH AKU,” Allah pemberi hukum, Allah memimpin umat-Nya di masa lalu pada sejarah dunia.
Tetapi lebih dari itu, “AKU ADALAH AKU” masih menuntun umat-Nya sekarang ini dan akan melakukan itu sepanjang zaman yang tiada akhir pada kekekalan di masa mendatang. Kita berbakti kepada Tuhan yang besar yang bukan saja memiliki kuasa untuk menciptakan tetapi juga mempunyai kemampuan untuk menyelamatkan kita masing-masing dengan sempurna (Ibr. 7:25).
Amin